Wednesday, May 6, 2020

MENIKAH : SENI MENGALAH

MENIKAH : SENI MENGALAH
By: Wulan Darmanto

Beberapa pekan jelang menikah, saya yang kala itu masih berusia 22 tahun, berguru pada ibu. Apa yang perlu dilakukan agar pernikahan berjalan damai?

Ibu menjawab tanpa berpikir panjang. Seolah pertanyaan yang saya ajukan se sepele resep sayur lodeh.

“Nikah itu pokoknya berani mengalah"

Dua kata yang menggedor batin saya: BERANI dan MENGALAH

Kata BERANI biasanya disandingkan dengan hal yang berat, bahkan horor. “Berani mati” misalnya. Tapi ibu menyandingkan kata itu dengan MENGALAH. Saya mulai memahaminya sebagai tugas berat, yang tidak semua orang mau dan mampu menjalankannya.

Mengalah

Dan ini yang pada akhirnya saya jumpai, lalu saya pelajari dari lelaki yang sejak 23 tahun lalu saya dapati memiliki kepribadian baik.

Saat pernikahan masih serba kekurangan, dia akan lebih dulu mengambil piring plastik agar saya bisa menggunakan piring beling.

Saat anak belum lulus toilet training, dia yang akan bangun di tengah malam untuk menatur si kecil, padahal yang anak panggil saat itu adalah ibunya.

Saat makan di luar, dia akan makan dengan terburu-buru agar bisa cepat bergantian menggendong si kecil. Demi kuah bakso di mangkok saya tidak keburu dingin.

Saat mendapati satu bacaan yang menarik, dan saya tertarik, dia akan mengangsurkan bacaan itu. “Bacalah lebih dulu. Aku sudah selesai”

Saat memasak dan jumlah masakan itu terbatas. Bukan saya yang menyisihkan untuk bagiannya, tapi dia yang akan mengambilkan lebih dulu untuk saya, dalam jumlah yang lebih banyak darinya. “Aku sudah kenyang..” dan saya tahu itu bohong.

Saat ada sepotong roti, dia akan membaginya tidak sama besar. Tapi saya yang lebih besar. “Kamu kan menyusui. Butuh lebih banyak kalori..” dan kami akan berdebat panjang, lalu diakhiri dengan saya tidak akan memakan bagian yang besar itu sampai dia tarik kembali agar beratnya sepadan.

Saat saya akan memakai kamar mandi belakang (yang ukurannya lebih kecil dari kamar mandi depan) dia yang sedang berada di kamar mandi depan segera keluar dan meminta saya menempatinya. “Aku di belakang aja. Nanti kamu kaget kalau banyak kecoa..”

Saat saya marah, meski kemarahan itu tidak masuk akal, dia yang mendekat, mengangsurkan tangan dan meminta maaf. Padahal masalah sebenarnya pun belum terang ia cerna.

Ini akhlak. Ini ngalah. Dan ini cinta

Entah bagaimana caranya dia tidak bosan mengalah, dan tidak pula berdendang “Mengapa s’lalu aku yang mengalah..”

Enteng saja dia menjalani itu. Ikhlas saja. Senang-senang saja. Tapi dampaknya sangat besar buat saya.

Apa itu? Penghormatan, penghargaan, dan respek.

Untuk segi kematangan emosional, saya tertatih-tatih di belakangnya. Marah dan mau menang sendiri, selalu menjadi bagian saya.

Tapi sikap ngalah yang dia tunjukkan, lambat laun jadi mematangkan emosi itu. Sekaligus membuat saya juga jadi ingin mengalah. Ngalah untuk tidak memancing sikap ngalahnya, yang saya rasa sudah berlebihan dia beri pada saya.

Ya..ya.. pernikahan memang selaiknya menjadi hubungan yang take and give. Saling memberi saling menerima. Saling menutupi dan memahami.

Tentu jika hanya satu pihak saja yang terus mengalah, dan pihak yang lain memanfaatkan sikap ngalah itu, kedamaian hanya jadi angan. Karena pasti ada bom waktu di balik sikap ngalah itu.

Namun mengalah adalah seni untuk memenangkan hati pasangan. Dan pasangan yang baik (baca: tahu diri) pasti akan menyambut sikap ngalah ini dengan suka cita, kesyukuran, lalu menghargai usaha dari pasangannya.

Mungkin ini yang membuat ibu menjawab “ngalah” sebagai kunci kedamaian berumah tangga.

*

Dan kini saya pun bertanya padanya, si lelaki pengalah itu. “Mengapa kamu selalu mengalah padaku?”

Jawabannya sederhana saja. Se-sederhana resep sayur lodeh:

“Aku tidak pernah merasa ngalah. Yang aku lakukan hanyalah menjaga agar kita tidak pernah terpecah belah..”

Untukmu yang berani mengalah,


Tuesday, October 8, 2019

Renungan Pagi

sekedar sharing aja yak.

tadi pagi di telp dapat kabar temen meninggal, semalam sempat datang menjenguknya sewaktu masih di RS. Di kala ini gue jadi inget umur yang dibilang tidak muda lagi. walaupun muka keliatan masih imut, tapi umur gak bisa diboongin. Rambut mulai menipis di barengi dengan warna putih tanda kebijakan katanya.

Mungkin besok atau lusa atau mungkin seminggu lagi giliran gue atau juga giliran rekan yg disini, entah..., gak ada yang tau, tapi itu sudah dipastikan.

Jadi, mumpung masih ada waktu dan kesempatan mari tingkatkan ibadah, sholat buat yg muslim jangan di tinggal, perbanyak kawan biar banyak rejeki dan panjang umur. Biar hati plong jauhkan dari rasa iri hati, benci dan sebagainya. karena sumber penyakit datangnya dari hati dan pikiran.

salam hangat dan jangan lupa bahagia,
-Mr.C

Wednesday, September 19, 2018

Pagi yang cerah

Pagi yang cerah dan bersinar
Senyum manis di bibir merahmu
Ingin rasanya kukecup keningmu,
Tanda kasihku padamu
Andai saja kau ada disini
Mengusir sepiku di pagi ini

mam ... :)
lebay dikit gpp kali ah,
wkwkwk.

Thursday, September 6, 2018

Miss You All ..

Say something, I'm giving up on you
I'll be the one, if you want me to
Anywhere, I would've followed you
Say something, I'm giving up on you

And I am feeling so small
It was over my head
I know nothing at all

And I will stumble and fall
I'm still learning to love
Just starting to crawl

Say something, I'm giving up on you
I'm sorry that I couldn't get to you
Anywhere, I would've followed you
Say something, I'm giving up on you

And I will swallow my pride
You're the one that I love
And I'm…




Wednesday, May 9, 2018

Kangen

Aku kangen kamu, tapi tak bisa bilang karena kamu seperti menjauh.

Aku tak tau apa yang terjadi, tapi tak bisa ku tanyakan langsung.

Bayangan mu menjauh, tak bisa ku rengkuh. Kau menghilang dari pandangan ku.

Gelak tawamu yang sering terdengar, kini tak ada lagi. Pergi tanpa kabar.
Candamu yang bikin ku tersenyum, tak ku rasakan lagi. Pergi tanpa alasan.

Ku tahu, aku salah.
Ku tahu, aku bukanlah yang pertama bagimu.
Ku tahu, aku bukanlah yang terbaik untukmu.

Yang ku tahu, kau lah bidadari ku, pendamping setiaku, yang tak pernah lelah selalu mendoakan ku kemana pun ku pergi.

Satu pintaku, satu harapan ku, semoga kau masih disisiku saat nafas terakhir ku.

-Mas
//